Meritagehighlands.com – Dalam konteks layanan kesehatan di Indonesia, penting untuk memahami bahwa profesi kedokteran bertumpu pada prinsip kemanusiaan. Sebagai pengemban amanah, dokter seharusnya memprioritaskan keselamatan pasien dan menegakkan etika profesi, tanpa mengedepankan keuntungan finansial. Hal ini tercantum dalam Sumpah Dokter yang menegaskan komitmen terhadap integritas dan kepentingan pasien.
Namun, kebijakan Kementerian Kesehatan menunjukkan pergeseran yang merugikan prinsip tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan yang diterapkan cenderung mendukung komersialisasi layanan kesehatan, mengubah rumah sakit publik menjadi entitas yang mengejar profit. Padahal, akses terhadap layanan kesehatan yang layak adalah hak setiap warga negara, sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan undang-undang terkait.
Sebagian besar pasien di rumah sakit publik berstatus JKN kelas 3, yang berjumlah lebih dari 190 juta orang. Namun, layanan bagi pasien umum dan VIP jauh lebih diutamakan, menciptakan ketidakadilan struktural bagi pasien miskin. Contohnya, pasien JKN sering kali harus menunggu berbulan-bulan untuk mendapatkan perawatan, dengan banyak di antara mereka yang tidak mendapatkan akses sama sekali.
Lebih jauh, kebijakan yang mengedepankan hasil finansial dokter dapat menciptakan moral hazard, di mana keputusan medis diambil berdasarkan potensi pendapatan daripada kebutuhan pasien. Hal ini mengancam keadilan di dalam sistem kesehatan.
Reformasi mendesak diperlukan untuk mengembalikan layanan kesehatan ke jalur etis. Langkah-langkah seperti menghentikan komersialisasi, menyamakan akses layanan, dan meningkatkan kapasitas rawat inap akan membantu mewujudkan sistem kesehatan yang berkeadilan bagi semua warga, terutama bagi mereka yang kurang mampu. Keberpihakan pemerintah dalam menjamin akses layanan kesehatan bermutu kepada seluruh masyarakat sangatlah penting, guna memastikan bahwa kesehatan bukanlah komoditas, melainkan hak asasi setiap individu.