28 Juni 2025 – Revisi UU KUHAP resmi dibahas dalam rangka memperkokoh sistem peradilan modern yang lebih transparan dan efisien. Revisi UU KUHAP tidak hanya menyasar proses penyidikan dan penahanan, tetapi juga memperkuat perlindungan hak terdakwa, menjawab desakan publik dan tuntutan reformasi hukum.
Latar Belakang Mendesak Revisi UU KUHAP

Revisi UU KUHAP digulirkan karena KUHAP saat ini telah berlaku sejak 1981 dan dinilai tak lagi sejalan dengan dinamika hukum modern serta penerapan UU KUHP baru yang efektif Januari 2026. Komisi III DPR menjadikan RUU ini masuk Prolegnas Prioritas 2025 sebagai inisiatif parlemen.
Perkembangan KUHP Mendorong Harmoni Formil
UU No. 1/2023 tentang KUHP materil akan efektif awal 2026, sehingga KUHAP perlu diselaraskan agar sinkron dalam pelaksanaan pidana formil maupun materil. Ini penting agar proses peradilan berjalan lancar tanpa kontradiksi aturan.
Sorotan Utama dalam Revisi UU KUHAP
Pembahasan RUU KUHAP fokus pada beberapa poin utama yang kritikal, terutama dalam penyidikan dan perlindungan terdakwa.
Transparansi dan Hak Tersangka
Revisi menegaskan rekaman pemeriksaan (CCTV), akses berkas, dan pendampingan advokat sejak awal penyidikan. Ini memberi kejelasan mengenai hak-hak terdakwa seperti hak praperadilan dan saksi mahkota.
Penahanan Berbasis Bukti Objektif
Syarat penahanan kini harus konkret dan terukur: tidak cukup berdasarkan kekhawatiran subjektif, tapi perlu bukti nyata seperti dua kali mangkir pemanggilan polisi, menghambat pemeriksaan, atau memanipulasi saksi.
Penguatan Peran Advokat
RUU memberikan ruang advokat untuk menyatakan keberatan terhadap proses penyidikan, termasuk intimidasi, dan memastikan akses lebih aktif dalam pemeriksaan.
Adopsi Konsep Due Process of Law
Revisi lebih menekankan pada “due process of law”: pembagian wewenang jelas, pengawasan vertikal dan horizontal, serta keseimbangan antara aparat negara dan individu terdakwa.
Restorative Justice Hingga Penghentian Perkara
RUU mengatur mekanisme keadilan restoratif mulai penyidikan hingga pengadilan. Jika disepakati antara korban dan terdakwa, perkara bisa dihentikan dan penyelesaian dilakukan secara damai.
Perlindungan Untuk Kelompok Rentan
Kelompok rentan seperti perempuan, lansia, dan disabilitas mendapatkan perlindungan khusus selama proses pidana.
Proses dan Partisipasi Publik Dalam Revisi
Pembahasan dimulai dengan kick-off pada 7 Juli 2025 bersama pemerintah, Menteri Hukum dan HAM, dan Mensesneg. Komisi III menjamin rapat terbuka dan akan melibatkan kunjungan kerja untuk menyerap aspirasi publik.
Rapat Terbuka & Kunjungan Kerja
Ketua Komisi III, Habiburokhman, menandaskan semua pembahasan berlangsung publik dalam ruang DPR, bukan di hotel, dan akan dilanjutkan dengan kunjungan ke Jawa Barat dan DIY (1–4 Juli) untuk menerima masukan dari mahasiswa, dosen, aparat, dan masyarakat lokal.
Mendengar Suara Stakeholder
RDPU telah melibatkan advokat, akademisi, organisasi masyarakat, dan lembaga negara seperti Komisi Yudisial, MA, serta organisasi advokat untuk memastikan RUU disusun inklusif dan berbasis praktik nyata.
Harapan Reformasi dan Tantangan Pelaksanaan
Revisi UU KUHAP diharapkan meningkatkan efisiensi penanganan kasus kriminal tanpa mengorbankan keadilan prosedural dan substansial.
Respons dari Praktisi dan Survei Publik
Survei terbaru menunjukkan kalangan ahli menilai revisi sangat urgent, untuk seimbang antara restorative justice, perlindungan HAM, dan efisiensi proses. Praktisi menyoroti perlunya akuntabilitas dalam pelaporan dan pengawasan penyidikan.
Hambatan dan Perebutan Wewenang
Perdebatan tentang kewenangan penyidik (Polri, Jaksa, KPK) masih berlangsung. Perebutan fungsi yang terjadi saat ini perlu diselesaikan agar proses tidak saling tumpang tindih.
Tantangan dalam Implementasi
Menegakkan transparansi dan rekaman pemeriksaan membutuhkan dukungan fasilitas dan SDM. Profesionalisme penyidik Polri, serta pasal sanksi jika aturan tak dipenuhi, harus diatur secara rinci dalam revisi.
Kesimpulan: Menuju Peradilan Pidana yang Modern dan Berkeadilan
Revisi UU KUHAP ini merupakan momentum historis untuk membangun sistem peradilan pidana yang efisien, transparan, dan berkeadilan. Fokus revisi mencakup penyidikan berbasis bukti objektif, perlindungan hak terdakwa, peran advokat, keadilan restoratif, dan partisipasi publik secara penuh.