Site icon meritagehighlands.com

Darurat Perundungan: Upaya Mencegah dan Menanggulanginya

[original_title]

Meritagehighlands.com – Kematian seorang siswa SMP di Tangerang Selatan menyoroti isu serius perundungan di Indonesia. Kasus ini dilaporkan terjadi setelah seorang dokter koas di Semarang juga bunuh diri, diduga akibat perundungan fisik oleh senior di sekolahnya. Situasi darurat ini semakin nyata, mengingat data dari UNICEF pada 2021 menunjukkan bahwa sekitar 45% remaja di Indonesia pernah mengalami atau menyaksikan perundungan.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dalam laporan terbaru menyatakan lebih dari 18.000 kasus kekerasan terhadap anak tercatat dalam dua tahun terakhir, di mana perundungan menduduki urutan tertinggi. Sebuah studi dari UNESCO pada 2019 mengungkapkan bahwa satu dari tiga siswa berusia 11 hingga 15 tahun di seluruh dunia mengalami perundungan.

Kematian siswa dari SMPN 19 ini menegaskan bahwa perundungan bukanlah sekadar kenakalan anak, tetapi merupakan bentuk kekerasan serius yang berdampak pada keselamatan dan perkembangan psikologis anak. Penyebab perundungan sangat kompleks. Beberapa faktor yang berkontribusi mencakup normalisasi kekerasan dalam perilaku sehari-hari, di mana ungkapan seperti “biar kuat” sering digunakan untuk menjustifikasi tindakan agresif.

Selain itu, teori pembelajaran sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura menunjukkan bahwa anak-anak cenderung meniru perilaku yang mereka amati di sekitar mereka, baik di rumah, sekolah, maupun melalui konten digital. Terakhir, perkembangan neurologis remaja yang belum matang dapat mempengaruhi kemampuan mereka dalam mengendalikan perilaku agresif. Mengingat besarnya dampak perundungan, langkah progessif dari semua pihak diperlukan untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

Exit mobile version